2009-02-16

Kompas tanggal 7 dan 8 Januari 2009 memuat berita tentang matinya ikan karambah di danau Maninjau. Dinas kelautan dan Perikanan Sumatera Barat memperkirakan bahwa hingga tanggal 7 Januari 2008 13.413 ton ikan mati di sekeliling Danau Maninjau. Kerugian ditaksir tidak kurang dari Rp 134 miliar. Dari 7 Nagari di seputar Maninjau enam diataranya terkena kematian massal ikan. Enam Nagari itu adalah Koto Malintang, Tanjung Sani, Sungai Batang, Koto Kaciak, Koto Gadang, dan Bayur.

Ini adalah tragedi yang berulang secara periodik yang menimpa para peternak ikan karamba di Danau Maninjau. Pada tahun 2000 yang lalu bukan hanya peternak ikan yang panik, tapi juga Pemda Sumbar dan pemerhati lingkungan. Pada saat itu bukan hanya ikan karamba yang mati, tapi juga air danau berubah menjadi keruh kehijauan. Kami pada bulan Maret tahun 2000 menulis di koran Mimbar Minang tentang terjadinya “Algal Bloom” atau ledakan pertumbuhan Algal di perairan Maninjau akibat konsentrasi Nitrogen yang terlalu tinggi.

Dugaan selama ini selalu berkisar pada peristiwa naiknya belerang dari dasar danau akibat angin kencang yang terjadi sebelumnya. Tapi melihat pada pertumbuhan jumlah karamba yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara di perairan danau tersebut, patutlah untuk diduga keras terjadinya endapan sisa pakan dan kotoran ikan di dasar danau yang terus menumpuk dari waktu ke waktu. Dengan pemeliharaan intensif dan bibit unggul 1.5-2.0 kg pakan akan menghasilkan 1 kg daging ikan. Dapatlah disimpulkan bahwa sisa pakan dalam bentuk kotoran ikan yang jatuh ke perairan sekitar 50% dari pakan yang diberikan. Secara kimiawi, kotoran ini akan berubah menjadi amoniak dan amonium (NH3 dan NH4) yang oleh bakteri pengurai akan dirubah menjadi Nitrit (NO2) yang bersifat racun bagi ikan. Lebih lanjut Nitrit akan diuraikan menjadi Nitrat yang tidak berbahaya seperti Nitrit, tapi merangsang pertumbuhan Algae. Adalah benar bahwa angin keras akan dapat membongkar tumpukan Nitrit ini dari dasar danau.

Disamping kotoran ikan karamba itu sendiri, dari pengamatan tampak bahwa Danau Maninjau memang juga berfungsi sebagai TPA raksasa. Penduduk masih menjadikan danau sebagai tempat pembuangan sampah hariannya.

Bentuk fisik danau Maninjau sendiri yang berupa cekungan dengan sawah yang menghampar pada dinding cekungan itu merupakan kasus sumber pencemaran tersendiri bagi danau yang cantik ini. Sebagaimana diketahui, petani kita sangat boros dalam penggunaan urea dan pupuk lain yang menggunakan Nitrogen (NPK). Sisa-sisa pupuk inipun pada akhirnya akan dihanyutkan air menuju danau Maninjau.

Secara menyeluruh tumpukan kotoran ikan, sampah rumah tangga & restoran, serta sisa Nitrogen dari pupuk ini akan meningkatkan kadar nitrit di perairan ini.

Yang menambah beratnya masalah adalah bahwa air yang “dibilas” yaitu air yang masuk dan keluar danau relatif kecil. Pengeluaran pada Batang Antokan sering diperkecil karena berkurangnya debit air danau. Kotoran yang terus bertumpuk pada volume air yang hampir tetap, jelas akan meningkatkan konsentrasi Nitrit.

Kompas lebih lanjut melaporkan bahwa sebelumnya terjadi hujan lebat terus menerus di kawasan danau. Peternak ikan hias punya masalah sendiri dengan air hujan ini pada kolam mereka. Air hujan pada hakekatnya adalah air suling yang merupakan bagian dari siklus hidrologi. Hujan lebat dalam durasi panjang berpotensi merubah kesadahan air kolam (atau danau). Perubahan kesadahan akibatnya sama dengan perubahan keasaman (pH). Sejumlah ikan akan mati akibat perubahan mendadak ini.

Pencemaran lingkungan seperti ini tidak saja akan membunuh ikan karamba, tapi juga ikan jenis lainnya seperti bada danau Maninjau yang kalau sudah diasapi akan menjadi bada hitam yang gurih. Bada hitam adalah salah satu icon Maninjau.

Dapatlah disimpulkan bahwa Pemda Sumbar dan Pemda Kabupaten Agam perlu menangani permasalahan ini secara komprehensif dengan melakukan penelitian dan studi yang melibatkan para ahli peneliti yang berkompeten.

Buntut dari dari studi dan penelitian ini akan mengarah ke arah penataan dan regulasi, seperti pembuangan sampah, pembatasan jumlah karamba, dan lain-lain. Danau Maninjau adalah salah satu objek utama pariwisata Sumbar. Karamba yang terlalu banyak akan mengurangi keindahan danau yang justru merupakan potensi wisatanya.

Jika pencemaran mengarah kembali ke kasus “Algal Bloom” , maka air danau akan menjadi keruh, berbau, dan menimbulkan rasa gatal. Wisatawan mana yang mau mandi atau merendam kakinya pada air yang seperti itu, atau makan di restoran yang terletak di tepi danau ini. Ini juga kasus yang sebenarnya perlu masuk ke dalam agenda MAPPAS (Masyarakat Peduli Pariwisata Sumbar), dalam kaitannya dengan alternatif upaya optimasi pengembangan kawasan wisata Maninjau.

Disadur dari kadaikopi.carpediem123.com

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto saya
Pekanbaru, Riau, Indonesia

Blogger Templates

Unordered List

Sample Text

Diberdayakan oleh Blogger.

Berlangganan via email

Masukkan Alamat Email Anda:

Didukung oleh FeedBurner

JSS

Curhat

Sponsor-ku

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget